Jakarta - Penyaluran kredit perbankan masih melambat. Lembaga penjamin simpanan mencatat pertumbuhan kredit perbankan di September 2017 sebesar 7,96%, menurun dibanding bulan sebelumnya 8,36%.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah belum ada data pasti mengapa pertumbuhan kredit perbankan menurun. Namun menurutnya salah satunya juga disebabkan lesunya bisnis di sektor ritel.
"Banyak dugaan ya mengapa kredit ini masih belum beranjak, salah satunya sektor ritel mengalami perubahan yang cukup signifikan dan kami dapat info dari pemain retailer dan bankir memang risiko yang dihadapi oleh ritel kita cenderung tinggi karena ada tentangan dari acara online," tuturnya di kantor LPS, Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Memang kata Halim, jumlah bisnis online menyerupai e-commerce masih belum banyak. Namun mereka memicu para perusahaan ritel juga berbenah diri sebelum dihantam e-commerce, dengan melaksanakan efisiensi sampai ikut beralih ke online.
"Kalau mereka bertahan dengan bisnis model yang lama itu akhirnya besar. Ini menyebabkan ekspansi usaha yang berada di sifatnya tradisional atau konvensional melemah tapi ini sifatnya sementara. Karena mereka pasti akan lakukan langkah-langkah," tambahnya.
Selain itu, Halim juga menilai hal lain yang menyebabkan kredit perbankan tersendat lantaran adanya relokasi industri oleh para perusahaan di Pulau Jawa. Hal itu mengakibatkan jeda waktu bagi beberapa pelaku industri untuk memulai kembali produksinya.
"Kan mereka pindahkan sebagian industri Jabodetabek tiga sektor berdasarkan survei BI, ialah sepatu, tekstil dan industri plastik dan juga barang barang konsumen juga pindah ke Jateng dan Jatim. Karena upah minimumnya hampir lebih dari dua kali bedanya, Jakarta itu Rp 3,5 juta tahun ini, jikalau Jateng itu Rp 1,5 juta atau Rp 1,4 juta per bulan," tukasnya. Sumber detik.com