Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memastikan, dengan penerapan cukai pada likuid atau essence rokok elektrik akan memperlihatkan kepastian bisnis usaha vape/e-sigaret di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Kasubdit Komunikasi dan Humas DJBC, Deni Surjantoro ketika dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Deni mengatakan, peredaran produk likuid atau essence yang menjadi perasa pada alat mesin penghisap rokok elektrik atau mod ini hingga sekarang belum diatur. Padalah, produk tersebut berasal dari impor maupun lokal.
"Yang terang ada pasaran, saya tidak bisa menyebutkan ilegal atau legal, yang pasti masuk Pasal 4 UU cukai, jadi memperlihatkan kepastian," kata Deni.
Tarif cukai pada likuid rokok elektrik ini ditetapkan sebesar 57% dari harga jual eceran (HJE) dan akan berlaku pada 1 Juli 2018. Pengenaan cukai pada likuid juga diperlukan bisa mengendalikan konsumsi.
"Kalau yang diperlukan sesuai Pasal 2 UU Cukai konsumsi menurun pasti, itu yang diharapkan, cukai itu kan dua, regularing dan revenue, regularing itu mengatur sampingannya itu penerimaan, dua-duanya jalan," ungkap dia.
Meski demikian, Deni memastikan bahwa pemberlakuan tarif cukai pada likuid rokok elektrik ini belum masuk dalam pos penerimaan cukai dalam APBN tahun ini dan 2018.
Menurut dia, sebelum benar-benar berlaku, maka pengusaha atau para pelaku usaha vape di Indonesia dapat memenuhi izin sesuai dengan syarat berusaha di Indonesia.
"Iya tapi belum, yang 2018 belum masuk. Kaprikornus gini kita juga enggak boleh menerapkan kebijakan yang menjebak, jadi agar tahu dulu oh kebijakan tahun depan ada pengenaan ini maka harus siapkan izinnya di lengkapi," tukas dia. Sumber detik.com