Jakarta - Ekonomi Pancasila harus menjadi pilar utama dalam kebijakan pembangunan Indonesia. Sejumlah kebijakan ekonomi yang diambil pemerintahan ketika ini dianggap perlahan mulai membentuk konsep ekonomi yang berlandaskan keadilan dan pemerataan.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta yang juga Direktur Megawati Institute, usai melaksanakan pertemuan dengan Habibie Center terkait dengan kerja bersama untuk Ekonomi Pancasila.
"Kita melihat corak yang dikembangkan Pak Jokowi mengarah ke sana. Indikasinya, dilema kita kan keadilan sosial, paling bersahabat gini ratio semakin menyempit, kemudian kebijakan alokasi dana pembangunan dengan infrastruktur dan daerah ekonomi khusus yang lebih banyak di luar Jawa. Itu bab untuk seimbangkan Jawa dan luar Jawa," terang Arif kepada detikFinance ketika ditemui di Megawati Institute, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).
Indikator implementasi Ekonomi Pancasila lainnya oleh rezim ketika ini juga mampu dilihat dari jadwal pemerintah lainnya, menyerupai dana desa hingga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 9%.
"Keberpihakan melalui mekanisme dana desa dan KUR. Kemudian ini harus diikuti dengan proses industrialisasi. Memang bila kita menuju satu masyarakat yang adil dan makmur dalam pembangunan ekonomi, maka harus didasari oleh paradigma Pancasila," terang Arif.
Meski berpedoman pada keadilan rakyat, sambungnya, bukan berarti Ekonomi Pancasila anti pasar yang serba tertutup dan kaku. Namun hakikatnya, yakni ekonomi yang didasarkan atas asas keadilan untuk semua kelas ekonomi dengan kesempatan dan persaingan yang sama dan sehat.
"Apakah Ekonomi Pancasila anti market? Justru bukan anti market, ia justru bekerja di dalam pasar. Tapi yang diinginkan yaitu pasar yang sehat dan adil, maka Ekonomi Pancasila menentang adanya monopoli dan oligopoli dalam ekonomi. Karena itu justru menghambat proses keadilan dan kemakmuran," ungkap Arif.
Lanjut dia, konsep ekonomi berkeadilan menyerupai itu tolong-menolong sudah banyak diadopsi di banyak sekali negara. Jerman dan negara-negara Skandinavia menjadi salah satu pola idealnya.
"Kalau di Jerman ada namanya sosial market atau ekonomi pasar sosial, beberapa corak yang sama yaitu negara-negara di Skandinavia hampir sama. Pada level industri mampu berkembang, kemudian diikuti dengan pendidikan dan sistem kesejahteraan yang baik," kata Arif.
Di Indonesia, beberapa model Ekonomi Pancasila yang sudah cukup lama mengakar yaitu tubuh usaha koperasi. Kemudian di sektor perusahaan privat, tak mustahil pula dikembangkan pola kepemilikan saham karyawan pada perusahaan tempatnya bekerja.
"Koperasi dapat dijadikan model. Kemudian misalnya pasar modal dengan employee stock option, pekerja merasa memiliki perusahaan alasannya yaitu bab dari owner di private sector. Itu juga kan model usaha privat dikerjakan dengan model kooperatif yang melibatkan pekerja," tutur Arif.
Sementara itu, Chairman of Board of Director The Habibie Center, Sofian Effendi, mengatakan untuk semakin menguatkan penerapan Ekonomi Pancasila yakni perlunya pembatasan secara bertahap pada pasar Indonesia yang dianggap relatif masih terlalu bebas.
"Sudah mulai diarahkan ke sana (Ekonomi Pancasila). Walaupun pasar kita masih sangat bebas. Tapi upaya pemerintah memusatkan kebijakan pada pembangunan infrastruktur yang selama puluhan tahun tidak digarap maksimal, arahnya sudah benar. Apalagi pembangunannya dari pinggiran," ucap Sofian. Sumber detik.com